Home »Unlabelled » Keajaiban Gempa Aceh Ibu Hamil Selamat dalam Jurang 250m
Keajaiban Gempa Aceh Ibu Hamil Selamat dalam Jurang 250m
Syamsuddin menunjuk rumahnya yang sudah berada di tengah-tengah Sungai Peusangan.
Gempa dahsyat yang meluluhlantakkan wilayah Aceh Tengah pada tanggal 2 Juli 2013 lalu, banyak meninggalkan “keajaiban” yang sulit diterima logika. Setelah Rahmatsyah (12) yang berhasil selamat dari runtuhnya cadas pada ketinggian 200 meter, ternyata peristiwa semacam itu juga dialami oleh Salbiah Fitri (22) seorang ibu hamil (bumil) bersama putranya di Desa Serempah, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah.
“Keajaiban” itu baru diketahui ketika kompasianer sedang menyaksikan evakuasi jenazah yang tertimbun dalam jurang pada kedalaman 250 meter di Desa Serempah. Syamsuddin (23) begitulah nama lelaki berkulit gelap itu, dia adalah suami dari Salbiah Fitri. Di lokasi itu, dia bukan menyaksikan proses evakuasi, melainkan sibuk mengangkat rak piring, lemari, pesawat televisi, yang semuanya masih utuh.
Itu sebuah tanda tanya. Rumah lain yang ada didasar jurang itu, semuanya hancur berkeping-keping. Sebaliknya, rumah milik Syamsuddin masih utuh, termasuk perabotan yang ada didalamnya. Hal inilah yang membuat heran semua orang yang berada di lokasi evakuasi itu. Bagaimana mungkin sebuah rumah yang jatuh dari ketinggian 250 meter.
Syamsuddin menunjukkan letak rumahnya sebelum runtuh bersama tebing
Kompasianer mencoba mengorek “keajaiban” yang dialami isteri dan putranya Irhamdi (5). Sambil memakan nasi bungkus, Minggu (7/72013), Syamsuddin mulai bercerita tentang “keajaiban” yang dialami keluarganya. Ketika gempa itu terjadi, dia bersama temannya yang bernama Wandi sedang bekerja sebagai tenaga upahan menyemprot rumput di kebun tetangganya. Sedang asyik bekerja, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh gempa yang disusul dengan dentuman dahsyat, disusul dengan meluncurnya material batu dari atas kebun tempat mereka bekerja.
Dengan sekuat tenaga, dia berlari ke arah rumah. Dia sangat terkejut, ternyata rumahnya telah hilang, yang kelihatan hanya sisa runtuhan tebing sepanjang 2 Km. Dari atas tebing, pandangan Syamsuddin terpaku pada parabola yang sangat dikenalnya. Dia memastikan, itulah rumahnya. Dia berlari ke bawah jurang melalui tebing yang runtuh itu. Dia tdk menghiraukan lagi keselamatan jiwanya karena rasa ingin tahu terhadap nasib anak isterinya.
Sesampainya di rumah yang sudah berada pada kedalaman 250 meter itu, dia melihat motornya masih berdiri tegak, dua ekor ayamnya sedang mengais-ngais tanah mencari makan, semua perabotan rumahnya masih lengkap seperti sediakala, hanya pintunya yang sulit untuk ditutup/dibuka.
Dia terus berteriak memanggil anak isterinya. Tidak lama kemudian, Kades Serempah (salah seorang korban selamat di dasar jurang itu) memberitahukan arah isterinya menyelamatkan diri. Bertemulah Syamsuddin dengan isteri dan anaknya yang sedang menyeberang sungai tak berair ke arah Kala Ketol yang letaknya diseberang sungai.
Menurut Syamsuddin, jumlah warga Desa Serempah yang terhempas kedalam jurang itu 25 orang. Sebanyak 14 orang selamat, 5 orang meninggal dunia dan 6 orang lagi tertimbun longsoran itu. “ sejak hari pertama gempa, warga sudah melakukan pencairan dengan peralatan seadanya, kami berhasil menemukan 3 jenazah” ungkapnya.
Bagaimana kisah Salbiah Fitri dan putranya Irhamna saat-saat meluncur dari ketinggian 250 meter itu? Menurut Syamsuddin sebagaimana dituturkan isterinya, beberapa detik sebelum terjadinya gempa dahsyat itu, putranya yang bernama Irhamna pulang ke rumah sambil menangis. Dia menunjukkan pipinya yang luka akibat digaruk kucing. Ketika isterinya sedang membersihkan luka diwajah putra semata wayang itu, tiba-tiba bumi bergerak sangat keras diiringi suara dentuman.
Disamping kandang ayam itu letak rumah Syamsuddin
Lalu, rumahnya bergerak pelan sambil bergoyang ke kiri dan ke kanan seperti ayunan. Isterinya tidak tahu jika rumah itu sedang meluncur bersama runtuhan tebing menuju kedalaman 250 meter. Dia bersimpuh di dalam rumah berlantai tanah itu sambil memeluk anaknya. Salbiah Fitri baru menyadari rumahnya sudah berada dalam jurang ketika sudah berada di luar rumah.
Begitulah, ketika Sang Khalik menunjukkan kekuasaan-Nya. Nalar manusia sulit menjangkau peristiwa “keajaiban” yang dialami oleh ibu hamil yang usia kehamilan memasuki bulan kesembilan itu. Disisi lain, Syamsuddin khawatir terhadap kondisi bayi yang dikandung isterinya. Dia bertanya, apakah guncangan gempa mempengaruhi kondisi kesehatan bayinya? Dia berencana, jika nanti isterinya melahirkan anak laki-laki, dia akan memberi nama Mutuahdi. Sebaliknya, jika isterinya melahirkan seorang putri, dia akan memberi nama Mutuahmi.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar